­

Step and Easy

17.49

Waktu terus berputar, semuanya telah terekam oleh kaki-kaki kami yang terus berjalan.  Yang bungkam adalah dompet saya karena diperas oleh mereka,bagiku kami  ini traveler yang cukup unik, makan harus iuran, beli karcis pun iuran, tak peduli apapun, kami saling menjaga dan bahagia.

Walau kami selalu jelas, diperuntukan untuk sekedar membunuh rasa ingin tahu, di tengah Kota ini seperti mengulang keberadaan nenek moyang kita jaman dulu, ketika berusaha mengambil hak merdeka Indonesia. Dengan rasa pimpinan Jepang, di depan mata saya sambil terkibas bentuknya oleh lalu lalang kendaraan, Tugu Muda, menjadi saksi vital terbunuh banyak orang pribumi disini. Lagi-lagi Jepang  harus menang dan bersikap semena terhadap negeri kami.


Yang kali ini bau Belanda, mengisi hampir semua ruang yang ada. Bentuk bangunan ini masih tampak mistis dan klasik. Tapi bangunan ini tidak bisa tergantikan posisinya sebagai primadona di Kota Semarang ini. What is?








Sudah malam, waktunya badan ini dibaringkan sejenak. Jangan takut lagi pada kesendirian, esok masih ada Matahari. Berhari-hari meng-gembel, dan malam ini, tanpa tak tahu lagi, kami harus pulang ke Jogja atau tinggal di Jalanan Kota Semarang ini. Tak ada persiapan, semuanya naturalist. Murni takdir dari Tuhan.

Mengingat tentang ke-religius an, Semarang punya ikon masjid megah di Jawa Tengah. Di masjid ini mampu menampung jemaah hingga sekitar delapan ribu orang. Cadas. Keistimewaannya lagi, masjid ini memiliki enam payung raksasa otomatis yang dapat memayungi halaman masjid,namun hanya dibuka pada hari Jum’at dan hari-hari keagamaan tertentu. Payungnya menyerupai payung di Masjid Nabawi. 



 Lagi-lagi harus berbagi, saatnya kita mandi di masjid besar itu setelah berjalan seharian penuh, dengan modal  beli satu sabun batang dan harus di bagi dua, satu untuk mandi mereka, dan satunya untuk aku. Benar-benar miris, harus beli sikat gigi, sampo sachet  yang tidak berhasil kami temukan di mini market, alhasil kami hanya sabunan dan sikatan. Yang lebih menyedihkan, aku tak membawa handuk. Itu yang parah. So, kita mandi lalu main-main di pelataran masjid hingga masjid tengah ditutup. Kemudian kita belum ada rencana untuk bermalam dimana.

Hingga akhirnya, kami bermalam di kost an teman kami di Tembalang. Entah bagaimana lelahnya saya, sampai kost an itu, langsung tepar, bermimpi ria.

Semarang, 27 Agustus dini hari

Kita kembali ke Masjid Agung Jawa Tengah untuk menikmati Menara Al-Husna nya setinggi 99 meter itu. Diatas sini angin sangat kencang, mengibarkan semua baju dan kerudung saya. Wah, kalo gak dipegang ini bisa copot bakal bahaya, pikir saya.

 Dari atas sini kita bisa melihat keindahan Kota Semarang, bisa dengan mata telanjang ataupun memasukan koin ke dalam teropong besar yang telah disediakan. Jujur, kalau lama-lama di atas sana bisa masuk angin saya.


Hari itu juga, kami telah memutuskan untuk kembali ke Jogjakarta. Masih dengan motor dengan plat nomer AA dan AB, kami siap menjelajah kembali untuk membelah jalanan demi mencintai negeri ini.



You Might Also Like

0 komentar

terimakasih sudah mau berkunjung dan berbagi komentar :)